Thursday, October 14, 2010

Memimpin dan Bertanggung Jawab dengan Keripik Pisang



Sudah banyak dikupas di buku-buku, anak-anak muda, sekarang berani berbisnis. Tetapi tak sedikit juga anak muda yang masih takut untuk berbisnis dan lebih memilih untuk bekerja di sebuah perusahaan atau orang lain. Berikut ini adalah sebuah profil yang saya ambil sepak terjangnya dalam dunia bisnis yang berhasil saya wawancarai pada Minggu, 10 Oktober 2010 lalu. Dia adalah Eka Samsul Ma'arif, seorang teman saya satu kampus di Politeknik Gajah Tunggal, dan kini ia sudah menamatkan S1 Teknik Elektro-nya di Universitas Muhammadiyah Jakarta 2010 ini.

Gori Chips, dua kata yang asing dan unik tertera dalam bungkus plastik bening berisi keripik pisang seberat 125 gram. Sekilas, keripik ini tak banyak berbeda dengan keripik pisang lainnya, tapi setelah saya lihat lagi ternyata keripik pisang ini memiliki berbagai aneka rasa. Wow, saya pikir ini adalah sebuah terobosan baru. Keripik pisang ini tersedia dalam rasa balado, keju, cokelat, barbeque, dan original.





“Belum banyak, baru juga saya merintis awal ramadhan 2010 kemarin.” kata Arif, sapaan akrabnya, ketika saya melihat kagum pada produknya.

Dalam merintis usaha keripik pisang ini, Arif tidaklah sendiri ia dibantu oleh tiga partner kerjanya yang mengerti benar masalah keripik pisang. Pisang olahannya ia datangkan dari Sukabumi, dan bumbunya pun asli racikan sendiri.

Pada saat bulan pertama operasinya, “Gori Chips” berhasil mengolah 80 kg pisang untuk 2-3 hari saja, itu berarti keripik pisang ini laku 100 bungkus per harinya. Di bulan kedua, ia pun sudah balik modal. Dia optimis, pada November depan ketika para tenaga kerjanya sudah pulang dari mudik, Gori Chips bisa mencapai 200 bungkus per hari. Arif mengaku dalam sehari, dia mampu meraup omset satu juta rupiah.

Lalu bagaimana Arif memasarkan produknya?
“Aku sudah ada beberapa patner, salah satunya 1 patner di Menara karya Patra kuningan yang bisa jual sampai 30 bungkus sehari.” kata Arif. Dari kemitraan tersebut, masing-masing partner mendapatkan kompensasi sekitar 25 % dari harga per bungkus yang berhasil dijualnya.

Jadi, dia menjalin mitra dengan kenalan-kenalannya yang bekerja di perkantoran daerah Sudirman dan Kuningan untuk menjadi patner dalam memasarkan keripik di lingkungan kantornya.

Agar lebih efisien dalam pemasaran, dua kali dalam seminggu Arif memasok keripik ke agen-agennya yang tersebar di wilayah gedung-gedung kantor Jakarta seperti, Great Eastern Kuningan, Mega Kuningan, dan Sudirman. Cara ini membuat Arif tidak harus mondar-mandir setiap hari. Selain di perkantoran, Arif juga pernah merambah ke kampus-kampus di jakarta namun tidak terlalu digarap serius dan kini ditinggalkan.

Dia berprinsip bahwa dimanapun, produknya bisa dipasarkan. Tetapi dalam awal karir bisnisnya ini, Arif membuat target market untuk orang-orang kantoran yang suka mencari camilan di jam-jam 10 -11 siang.

Dengan bandrol yang pas buat kantong karyawan, Arif berkeinginan untuk serius dalam berbisinis keripik pisang ini. Arif berharap agar produknya bisa segera menjadi merek dagang resmi. Adapun “Gori Chips” diambil sebagai nama produknya, karena hampir semua peramu “Gori Chips” menyukai film Kingkong, dan mereka berasumsi akan ada banyak orang yang suka dengan gorila dalam film tersebut, yang berarti juga suka dengan keripik pisang buatannya.

Masih terbatasnya jumlah karyawan menambah nilai positif bagi Arif. Ia menjadi terlibat dalam proses produksi, tidak hanya duduk diam menunggu hasil. Tetapi terlibat langsung menjadi pelaku bisnis sesungguhnya.

Startegi-strategi yang ia lakukan dalam memperluas jaringan pasarnya, salah satunya adalah melakukan soft launching dengan cara membawa sampel “Gori Chips” untuk dijadikan tester kepada calon pembelinya.

Ketika saya tanya apa saja hambatan yang dialaminya dalam melakukan bisnis keripik, Pria ramah kelahiran Kendal Jawa Tengah, 21 January 1986 ini berujar bahwa pada awal menjalankan bisnisnya, dia sering dipandang sebelah mata oleh orang-orang yang baru dikenalnya, misalnya pada saat membangun sebuah kemitraan. Tetapi respon negatif ini, ia jadikan sebagai motivasi untuk terus maju.

“Saya mau punya usaha sendiri Wan, sebenarnya ajang pembuktian ke camer (calon mertua, red) kalo saya bisa mimpin orang dan bertanggung jawab.” katanya. Kami berhenti sebentar untuk tertawa, lalu dia melanjutkan, “Selain itu saya pengin bikin sesuatu yang bisa jadi pegangan keluargaku kalo-kalo aku harus ke luar jawa.”




Apa saja yang bisa kita ambil dari bisnis yang dijalankan Arif?

1. Jenis produk yang akan kita jual
Sebelum memutuskan untuk terjun sebagai berbisnis ada baiknya kita melakukan survey kecil-kecilan kira-kira makanan apa yang layak dijual dan diterima konsumen.

2. Terobosan jenis produk
Yang dilakukan Arif adalah dia melakukan terobosan baru pada keripik pisangnya. Di tengah banyaknya camilan keripik pisang yang biasa saja, dia berani merubah rasa asli dengan bumbu racikannya sendiri.

3. Market produk yang spesifik
Arif membuat target market untuk orang-orang kantoran yang suka mencari camilan di jam-jam 10 -11 siang.


4. Teknis pemasaran yang efektif
Dua kali dalam seminggu Arif memasok keripik ke agen-agennya yang tersebar di berbagai wilayah perkantoran Jakarta.
Dan menjalin mitra dengan kenalan-kenalan yang bekerja di perkantoran daerah Sudirman dan Kuningan untuk menjadi patner dalam memasarkan produknya.

5. Mental dan motivasi yang selalu kuat
Respon negatif dijadikan sebagai motivasi untuk terus maju.
Contoh motivasi: berkarya sesuatu yang bisa dijadikan sebagai pegangan keluarga.

Semoga bermanfaat.


Depok, 03 – 14 Oktober 2010

Dibuat oleh:

Wawan Hermawan
Mahasiswa Universitas Gunadarma
NPM: 28210467
Kelas: 1EB16